
Ketika berkunjung ke Bali di bulan Maret atau April, Anda akan menemukan suasana Bali yang sedikit berbeda dari biasanya. Sebab masyarakat Bali mengadakan perayaan Hari Raya Nyepi.
Jika Anda sedang di Bali atau ingin berkunjung ke Bali di bulan Maret dan April, Anda wajib mengetahui makna dari perayaan hari Raya Nyepi. Berikut Gangga Coffee sudah merangkumnya untuk Anda.
Apa itu Nyepi?
Hari raya Nyepi merupakan salah satu hari raya besar bagi umat Hindu di Indonesia. Terlebih di Bali yang memang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Secara etimologi kata Nyepi berarti ‘sunyi’ sehingga Nyepi diperingati dengan sepi (hening). Sehingga Anda akan mendapati Bali dalam keadaan hening tanpa suara kendaraan dan bisingnya orang-orang saat Nyepi tiba.
Hari raya nyepi jatuh pada tahun Baru Saka, yang jatuh pada saat sasih kesanga setiap tahunnya. Nyepi dalam kaitannya sebagai menyambut tahun baru saka, dirayakan setiap setahun sekali dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan antara bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (umat manusia).
Melasti & Tawur Kesanga
Dalam pelaksanaan Nyepi biasanya dilakukan beberapa tradisi yang sudah diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi yang dimaksud adalah Upacara Melasti dan Tawur Kesanga yang dilaksanakan sebelum Hari Raya Nyepi tiba. Upacara Melasti memiliki arti untuk melepaskan kekotoran masyarakat, sedangkan Tawur Kesanga atau disebut juga upacara Bhuta Yadnya memiliki tujuan untuk menetralkan kekuatan alam agar bergerak secara seimbang dan harmonis.
Catur Brata Penyepian
Setelah melalui kedua rangkaian upacara tersebut, barulah Umat Hindu merayakan hari puncak Nyepi. Pelaksanaan ini berlandaskan Catur Brata Penyepian. Mudahnya, Umat Hindu yang merayakan Hari Raya Nyepi melakukan pengendalian diri dengan cara tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak melakukan kerja fisik (Amati Karya), tidak menikmati keindahan (Amati Lelanguan), tidak melakukan bepergian (Amati Lelungan).
Ngembak Geni
Sehari setelah penyepian disebut dengan Ngembak Geni yang memiliki arti melepaskan brata yang telah dilakukan saat penyepian.
baca juga : 4 Rekomendasi Festival di Ubud Bali yang Wajib Dikunjungi!
Tradisi Pengerupukan, tradisi yang menarik saat Nyepi

Saat Nyepi, Umat Hindu mengadakan Pengerupukan yang telah ada sejak tahun 1980-an. Pengerupukan ini dilakukan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi. Tradisi Pengerupukan memiliki tujuan untuk mengusir Bhuta Kala atau roh jahat dari sekitar rumah dan pekarangan. Bhuta Kala ini juga ditafsirkan sebagai unsur-unsur negatif dari manusia misalnya seperti nafsu, tamak, dengki, serakah dan kemarahan.
Sebelum tahun 1980-an, umat Hindu di Bali merayakan pengerupukan dengan cara membawa kentongan bambu atau alat-alat lainnya yang dapat mengeluarkan bunyi-bunyian dan sundih/prakpak keliling desa. Setelah 1980-an, barulah anak-anak muda Bali berkreasi dengan membuat ogoh-ogoh (patung raksasa melambangkan Bhuta Kala).
Ogoh-ogoh ini dibuat oleh anak muda di masing-masing banjar di Bali secara bergotong royong. Saat Pengerupukan tiba, biasanya ogoh-ogoh akan diarak mengelilingi lingkungan banjar dengan gamelan Bali.
Nyepi menjadi momen bagi umat Hindu untuk mengambil jeda sejenak dan merefleksikan hal-hal yang sudah terjadi dalam kehidupan. Nyepi juga memberikan kesempatan bagi alam untuk beristirahat sejenak dari hiruk pikuk kehidupan manusia.
Gangga Coffee mengucapkan Selamat Merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1947!